Jakarta, nasionalreview – Dalam sidang pembuktian yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (11/2/2025), Pihak Terkait (Pasangan Calon nomor urut 1 Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves) membantah dugaan kekerasan seksual yang didalilkan Pemohon (Pasangan Calon Nomor Urut 2 Taolin Agustinus-Yulianus Tai Bere).
Saksi dari Pihak Terkait, Manuel da Silva, menceritakan awal mula pertemuan Vicente Hornai Gonsalves dengan seorang perempuan bernama Juliana Luisa Tai.
Dia mengatakan bahwa tidak mendapat restu dari orang tua dari pihak perempuannya, sampai dengan mereka berdua melarikan diri dari Keluarga.
Dari sinilah, sambungnya, permasalahan tersebut muncul hingga persoalan adat yang mengharuskan Vincente dihukum secara adat.
Sebagai informasi, secara Adat untuk menikahi seorang perempuan, dalam adat di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengenal istilah Belis, yakni tradisi pemberian mahar dari pihak laki-laki ke perempuan dan pemberian mahar tersebut sangat mahal untuk di serahkan ke pihak perempuan.
“Mahalnya mahar terkadang membuat seorang laki-laki dan perempuan memutuskan pura-pura kabur untuk melihat reaksi orang tua, jadi yang disampaikan Bawaslu juga pemohon itu tidak sesuai fakta tidak ada pelecehan seksual itu,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Hal tersebut, urainya, terkait dengan kekerasan seksual terhadap anak juga dibantah oleh Manuel. Menurutnya, pada saat itu Julian sudah berusia 17 tahun dan tidak dapat dikatakan sebagai anak dibawah umur.
“Mereka berdua tidak jadi, karena orang tua Julian yang tidak mau, dikarenakan keluarga saudara Visente tinggal dibawah tenda,” tukasnya.
Menurutnya, hal tersebut sangat berbeda dengan apa yang diucapkan Bawaslu dalam persidangan. Dia membantah, sangat tidak jelas dan tidak relevan bahwa tuduhan tersebut dilayangkan kepada paslon nomor urut 1.
“Kalau kita bicara ini kekerasan seksual seharusnya ada hasil visum, pemeriksaan medis lainnya, tetapi ini tidak ada, dan saya pastikan terkait kekerasan seksual itu adalah tidak benar, juga untuk melarikan anak dibawah umur itu tidak benar. Yang benar itu adalah orang tua yang tidak setuju dengan hubungan anaknya,” terangnya.
Dan anehnya, menurut Manuel, isu kekerasan seksual ini baru muncul sejak KPU menetapkan hasil pemungutan suara.
Dikatakannya, isu ini bisa diangkat sejak awal pencalonan sehingga dari awal pendaftaran sebagai paslon bisa ditolak.
“Itu setelah penetapan hasil penghitungan suara baru setelah itu dimunculkan isu tersebut, muncul setelah jam 2 atau 3 sore setelah KPU menetapkan hasil, kalau memang itu muncul dari awal pasti paslon itu kena diskualifikasi, tiba-tiba ada penemuan bahwa ini paslon nomor urut 1 ada kekerasan seksual,” tuturnya.
Dia pun berharap agar majelis Mahkamah Konstitusi dalam sidang putusannya 24 Februari memdatang dapat mempertimbangkan keterangan-keterangan dari saksi juga dan juga ahli.
Menurut dia, ada sebanyak 17.000 KK warga baru yang memohon kepada Mahkamah Konstitusi agar permohonan dari pemohon dapat ditolak dan KPU menetapkan Pasangan Calon nomor urut 1 Willybrodus Lay-Vicente Hornai Gonsalves sebagai pemenangnya. (Tim)